Sabtu, 16 Juli 2016

Cerita Sex : Kisah Nyata Bercinta Dengan 3 Mahasiswi

Cerita Sex : Kisah Nyata Bercinta Dengan 3 Mahasiswi

GAIRAH NAKAL

AGEN POKER ONLINE - Sesampainya di Kotabumi, Andi berkenalan dengan beberapa orang wanita, mulai dari teman ngebrik, siswi SLTP yg jual mahal, sampai penjual Indomie. Namun cintanya kepada Irda, membuatnya selalu kembali ke Ciganjur. Buku diary ini walau tdk penuh intrik seperti di telenovela, tapi cukup enak dibaca.

Sesampainya di Kotabumi, Andi berkenalan dengan beberapa orang wanita, mulai dari teman ngebrik, siswi SLTP yg jual mahal, sampai penjual Indomie. Namun cintanya kepada Irda, membuatnya selalu kembali ke Ciganjur. Buku diary ini walau tdk penuh intrik seperti di telenovela, tapi cukup enak dibaca.

“Kenapa?”
“Aku menciummu karena aku mau menciummu, kau keberatan?”
“Tdk!” raut wajah yg merahnya memudar mengatakan itu.
“Aku hanya kaget dan senang..” meluncur itu dari bibirnya yg tebal sensual.
“Adi, kupikir kau mau menciumku bukan hanya karena kamu mau menciumku, tapi adakah hal lain dibalik semua itu?”
“Ada, aku ingin kau jadi pacarku.”

Memerah lagi wajahnya dan ia kelihatan senang sekali.

Sejak saat itu hampir setiap malam minggu aku mendatanginya untuk bercumbu dan bercerita tentang apa saja, pekerjaan, percintaan, atau seks dan setiap kalinya kami bercumbu kami selalu melakukan hal-hal yg aku senangi, merayunya, merabanya, memangkunya, bahkan memasukkan tangannya ke dalam celanaku.

Aku senang ketika aku mencium telinganya yg bersih, meremas payudaranya yg besar dan kencang, merasakan kehangatan tubuhnya yg tak begitu tinggi namun mempunyai anggota badan yg mampu membuat semua pria melirikkan mata dan berdecak kagum. Aku suka mendengar lirihannya saat kutelusuri kemaluannya yg lembab dan bulu-bulu pemanisnya yg lembut dan memberikan imajinasi yg membuatku payah.

Dia suka sekali ketika aku memangkunya, dan dia menaikkan bajunya yg kemudian tersembul payudara yg putih jernih dengan puting yg masih merah senja, dan aku mengulumnya, menyedotnya dalam-dalam, dan dia mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun sehingga antara k0ntol dan kemaluannya yg masih tertutup celana terjadi gesekan yg cukup membuatku bertambah semangat menyedot puting susunya.

Akhir Agustus 1994

Ayah mengajakku pergi camping ke Cikole – Lembang sore itu. Aku mau saja, walaupun sore itu aku baru saja kembali dari pekerjaanku. Jelek-jelek begini aku bekerja pada sebuah perusahaan yg cukup besar dan gajiku mencukupi kebutuhanku selama satu bulan. Aku pergi ke tempat camping bersama ayah dan seorang sahabat sejatiku. Di tempat camping aku berjumpa dengan dua orang gadis yg masih belia, dan kedengarannya dia masih duduk di bangku SMEA kelas dua. Aku dan sahabatku berkenalan dengan mereka, singkat kata kami mulai bercengkrama satu sama lain.

Pertemuan yg singkat. Memang aku baru mengenalnya beberapa jam yg lalu, tapi dari semua yg diceritakannya, tingkah lakunya, dan tutur sapanya padaku seolah dia memberikan apa yg sangat kubutuhkan, yaitu cinta dan nafsu.

Malam itu udara Cikole cukup dingin, membuat aku dan dia berpelukan untuk menghangatkan diri masing-masing, tapi rupanya “setan” berkata lain. Lama-lama aku menjadi tergoda untuk menciumnya, meraba bagian yg sensitive, dan mulai dengan sentuhan-sentuhan kecil di daerah yg katanya belum pernah dijamah sebelumnya oleh orang lain. Aku dan dia terlena dalam pelukan, sampai-sampai kami berpelukan dalam keadaan telentang, aku di atas, dan dia di bawah, oh hangatnya.

“Irda…” begitulah namanya, “Keberatan kalau aku mencintaimu?” kata-kata itu meluncur saja dari mulutku tanpa kusadari sebelumnya.
Dia tdk menjawab, sepertinya dia perlu cukup waktu untuk memikirkan hal tersebut. Tak apalah, toh umpan sudah kulempar, tinggal aku menunggu apakah dia mau makan umpanku.

Awal September 1994

AGEN BOLA PIALA DUNIA 2018 - Kejadian di Cikole itu berbuntut panjang yg akhirnya membawaku selalu ingin bertemu dengan Amry. Lalu bagaimana dengan Merlin? Ah, aku hampir lupa dengan pacarku yg satu itu. Aku tdk akan melupakan semua yg telah terjadi dengannya, tapi kejadian di tempat kerjanya cukup membuatku kecewa. Sore itu aku mampir ke tempat kerja Merlin, niatanku menjemputnya sambil jalan-jalan sore, tapi ketika aku masuk ke tempat kerjanya, aku melihat dia sedang mengelus-elus pipi seorang pria teman kerjanya. Aku sendiri heran Kenapa aku tdk marah! Aku malah mencuekkannya. Kusapa dia dan dia terbelalak. Ingin sekali dia menjelaskan perbuatannya, tapi sayangnya perbuatannya itu cukup membuat alasan bagiku untuk menyudahi hubungan kami.

Kali ini setiap malam minggu aku tdk lagi bertemu dengan Merlin tapi aku punya gebetan baru, Irda yg bekulit kuning langsat, berambut panjang dan bertubuh ideal, oke deh. Tdk seperti hubunganku dengan Merlin, dia gadis yg agak pendiam dan libidonya jauh di bawah Merlin yg selalu bergairah. Hubungan intim kami hanya sebatas ciuman saja, tdk lebih, dan itu kurang kusukai. Tapi aku menghormatinya karena dia mungkin masih belia dan dia masih belajar dalam hal ini, dia masih anak sekolah.

Irda tak dapat menahan isakannya ketika aku memberitahu tentang mutasi pekerjaanku dari Ciganjur ke Kotabumi yg jaraknya lumayan agak jauh. Tapi “live must go on”. Bagaimanapun aku harus tetap menjalankan semuanya dan itu tdk merubah yg sudah terjadi. Kucium bibirnya untuk meredakan isakannya. Aku berupaya membuat hatinya senang, tapi dia berkata lain. Dibalasnya ciumanku, dilumat, dikulum, dan memeluk tubuhku erat-erat seolah tak ingin berpisah jauh.

Kami saling berpelukan lama sekali, sampai-sampai kami bergulingan di lantai. Hasrat kami pun mulai menggebu. Irda yg menurutku pendiam ternyata pada waktu itu libidonya meningkat. Dia membuka pakaianku dan aku hanya memakai celana dalamku saja. Aku tak mengerti apa kemauannya, tapi kuikuti saja sampai dimana dia akan melakukannya. Ternyata dia membuka pakaiannya juga dan hampir telanjang bulat. Dia mengulum meremas putting susuku, dan menjilatinya. Tak kuasa lagi aku pun langsung merangkulnya, menciumnya dan membuka pakaian dalamnya sehingga dia dalam keadaan tubuh tanpa selembar benang pun. Dia sepertinya sudah rela memberikan tubuh dan jiwanya kepadaku.

Kuremas susunya, kupuntir putingnya dan kusedot-sedot dengan mulutku.

“Ahh Adi, teruskan sayang jangan berhenti, aku sayang padamu. oh.” Irda merintih kenikmatan dan itu membuatku semakin bergairah.

Tangannya mulai menggeraygi alat vitalku, dan tanganku pun mulai meraba bagian yg berjumput kecil di bagian tengah di antara kedua pahanya। Terasa agak lembab, namun memberikan kesan yg membuat otakku semakin panas. Kemudian॥ Semuanya terhenti tatkala berkumandang adzan maghrib, dan kami pun segera mengucap nama Tuhan kami, dan besyukur semuanya tdk terjadi.

Di tempat kerjaku yg baru.

Semula aku ragu apakah aku dapat berkembang di tempat kerjaku yg baru, sebab rasa pesimis dalam hati membuat sejuta pertanyaan. Tapi semua itu dapat kulalui, aku membuat suasana yg nyaman untuk diriku sendiri di sana. Tak banyak yg dapat kuceritakan, hanya pekerjaan yg terkadang agak membosankan, kadang membuat senang dan terkadang menantang.

Kantor baruku itu terletak pada ujung suatu perumahan yg agak besar dengan dibatasi dan dikelilingi oleh perkampungan, kebun dan sawah. Agak ramai memang, dan aku mulai menikmati keramaian di sekelilingku. Aku tdk mempunyai teman sebaya, yg kudapatkan hanya orang-orang yg usianya rata-rata jauh di atasku. Hal itulah yg membuatku terkadang bosan akan suasana ini, pikirku harus mendapatkan teman yg sebaya yg dapat diajak berbicara, diskusi dan lain-lain.

Sampai pada suatu hari, aku mengisi kebosananku dengan “berbicara melalui pesawat radio 2 meteran” atau lebih populernya ngebrik. Singkat kata aku kenalan dengan seorang gadis di udara, dan aku mengajaknya “kopi darat”.

“Lusi nama aslimu?” aku bertanya.
“Ya, Lusia Anggiwening lengkapnya,” dia menjawab, “Nama aslimu siapa?” dia balik bertanya.
“Adi, Adi Layung Gilar, kau boleh memanggilku Adi atau Gilar, atau apa sajalah, tapi jangan Layung, aku tdk suka dipanggil dengan nama itu.”
“Kenapa?”
“Kedengarannya seperti jaman Majapahit, kataku.”

Dia tersenyum dan menyibakkan rambut ikal sebahunya ke belakang, dan terlihat barisan gigi yg putih, bibir yg sensual. Pendeknya raut wajah yg agak melankolis. Aku menatapnya dalam-dalam dan dia agak tersipu.

“Mau tambahkan kopinya lagi, atau kamu mau yg lain?” pertanyaannya padaku membuat tatapanku memudar.
“Kalau boleh aku minta yg lain deh.”
“Apa itu?” tanyanya.
“Besok ajak aku berkeliling kota ini. Aku ingin lebih jauh mengenal kota baruku ini. Itu juga kalau kamu tdk keberatan..” pintaku.
“Kamu mau pergi ke tempat seperti apa?” dia bertanya lagi sebelum sempat memjawab pertanyaanku tadi.
“Misalnya tempat yg ramai seperti mall, atau ke tempat yg sepi seperti pegunungan atau terserah kamu saja deh yg jadi tuan rumah..” jawabku.
“Baiklah, aku akan membawamu pergi berkeliling kota ini, asal syaratnya terserah aku, dan kamu jemput aku besok pagi, setuju?”
“Setuju.”

BANDAR POKER ONLINE - Aku melewati hari itu dengannya, berdua, berkeliling kota, makan, jajan, jalan kaki, tertawa, bercanda, sampai tak terasa hari sudah menjelang sore. seksigo

“Pulang yuk.” pintanya, “Sudah sore nih. Aku tdk mau terlambat pulang.”
“Oke Non, kita pulang, tapi suatu hari nanti aku ingin kita pergi jalan-jalan lagi. Kamu mau kan?”
“Mau saja, tapi kalau nanti kamu yg ajak aku, yah.”

Aku agak kecewa tentang teman baruku itu, halnya aku ingin berteman dengan seseorang yg mempunyai gender yg sama seperti aku, tapi malahan dapat seorang gadis. Aku takut aku lupa dengan pacarku, “Irda”. Sejak itu hampir setiap malam aku bercengkrama dengan Lusi melalui pesawat radio HT, dan kami membicarakan hal-hal yg kami senangi.

3 bulan berlalu…

Aku pulang ke Ciganjur 2 kali setiap bulannya, dan tak kulewatkan aku menemui pacarku Irda, dan sepertinya dia mulai terbiasa dengan keadaan ini. Rindu terlepaskan setiap dua minggu sekali kami pergunakan dengan sebaik-baiknya, bercumbu, bercinta. Tapi sejak kejadian 3 bulan lalu, kami tdk terlalu jauh melangkah dalam hubungan intim, hanya sampai pada saling memegang alat vital, mengocok k0ntolku, menguntil klitorisnya, sampai kami orgasme dengan tdk berhubungan suami istri, dan sampai detik itu aku juga tdk berani memasukkan benda apapun ke dalam memeknya.

“Adi, aku kangen berat” suaranya lirih berbisik di telingaku.
“Aku juga, bagaimana kabarmu minggu ini, baik saja kan?”
“Aku baik-baik saja, tapi kangen ini selalu saja menggangu konsentrasiku mengikuti pelajaran sekolah. Aku terlanjur sayang sama kamu.”

Aku hanya tertawa mendengar penjelasannya. Kupeluk dia dan kucium keningnya. Dia masih terlalu polos. Malam itu kami lewati dengan kerinduan masing-masing yg ada dalam hati dengan ngobrol, ciuman, pelukan, tapi tdk untuk yg satu itu.

“Ir, besok kita pergi yuk!” aku mulai mengalihkan pembicaraan.
“Kemana?” tanyanya.
“Beberapa temanku mengajakku pergi ke Danau, katanya sih kita harus membawa pasangan kita masing-masing, semacam kencan ganda, atau seperti itulah.”
“Berapa orang yg ikut?” tanyanya lagi.
“Kira-kira tiga sampai empat orang, aku kurang pasti tuh.”
Irda terdiam sejenak seperti menimbang-nimbang ajakanku.
“Pulangnya malam enggak?” bertanya lagi dia.
“Sampai jam tiga sore deh. Aku janji, nanti aku yg bilang sama ortumu. Gimana, mau kan?”
“Baiklah, kau jemput aku besok pagi, tapi sekarang kau bilang dulu sama mama dan papaku.”

Danau itu…

Kami pergi ke danau enam orang atau tiga pasang, yg dua pasang adalah sobatku yg membawa pacarnya masing-masing. Acara di sana tdk lain halnya seperti di tempat lain, kami berperahu, makan, bercengkrama, ngobrol, berlari-lari. Pendeknya kami semua menikmati acara hari itu.Sampai pada tengah hari, hanya aku dan Irda yg tersisa duduk pada tikar tempat kami ngobrol dan makan tadi.

“Ir, pada kemana mereka?” tanyaku.
“Engga tau tuh, tadi mereka ada di sekitar sini, tapi sekarang tdk kelihatan sama sekali.”
“Sepertinya mereka mencari tempat khusus buat berdua-duaan..” kataku.
“Iya kali.” Irda mendukung.
“Yah, jadi tinggal kita berdua yg jagain tikar.” aku bersungut.

Tapi waktu itu hanya kami berdua, duduk di tepi danau saling tdk bicara, saling berpelukan, mencium keningnya, bibirnya. Rasa sayang yg ada dalam hatiku bertambah ketika kemanjaannya kepadaku bertambah pula.

“Adi, kamu sayang padaku kan?” pertanyaan Irda seolah memecah keheningan sekitar danau.
“Yah, aku sayang padamu.”

Tepi danau yg Indah itu menjadi saksi bisu, menyaksikan rasa sayang yg kami tumpahkan masing-masing. Dalam benakku kuyakinkan bahwa aku akan menunggunya dan akan kujadikan dia “Istriku”, karena begitu sayang aku kepadanya.

Pukul dua siang, kami pulang.

Setelah aku mengantar Irda sampai depan rumahnya, Irda sempatnya membisikkan pertanyaan lagi.

“Adi kamu betul-betul menyayangi aku?”

Aku mengangguk memastikannya.

Hari-hari selanjutnya kami yakin akan cinta kami। Sampai pada suatu pagi di awal bulan April 1995.

Awal April 1995.

Aku agak kecewa dengan Lusi yg pindah dari rumah bibinya ke rumah orang tuanya. Yah, selama ini dia tinggal bersama bibinya yg rumahnya tdk terlalu jauh dari kantorku. Seharian aku mencarinya lewat radio, tapi hasilnya nihil. Sampai pada suatu pagi, ketika aku sedang mencuci motor di pelataran parkir depan kantorku. Aku memang tinggal dekat sekali dengan kantor, perusahaanku menyediakan sebuah mess bagi karyawan yg tinggalnya jauh dari tempat dimana dia tinggal sesungguhnya.

Pandanganku tertumpu pada seorang gadis yg sedang berjalan melewati depan kantor, dan dia melirikkan matanya seolah dia ingin tahu apa yg sedang kukerjakan. Wuih… matanya, wajahnya cantik nian gadis ini. Baru kali ini aku melihat gadis yg cantik, dengan kepolosan wajahnya yg lebih polos dari Irda pacarku, tapi lebih cantik. Wajahnya bulat telur, matanya besar dan Indah dengan bulu mata yg lentik, hidungnya kecil dan mancung, bibirnya tipis kecil dan seksi, rambut sebahu hitam mengkilat, kulit putih dengan potongan tubuh ideal, 165 tinggi dan 45 kg perkiraanku. Seperti bidadari.

Aku melaygkan senyuman padanya, tapi senyumanku tdk dibalasnya. Dia malah melengos dan tdk mengacuhkanku. Aku tertantang dengan kesombongannya. Serentak aku kasak kusuk mencari tahu siapa gadis itu. Pertama aku bertanya pada satpam kantorku, dia tdk tahu. Pada tetanggaku!

“Yah, anak itu keponakannya Ibu Komala tuh. Rumahnya tepat di belakang messmu..” kata tetangga yg kukenal sejak 3 bulan lalu.
“Masa sih mas? Kok aku yg hampir enam bulan tinggal di sini baru melihatnya?”
“Dia kan tdk tinggal di sini, hanya aku tahu kalau dia suka mampir ke rumah Bu Komala itu. Kenapa? Kamu tertarik sama dia? Dia memang cantik kok..” menggodaku dia.
“Ah, tdk mas. Hanya saja sepertinya dia itu sombong sekali. Masa aku tersenyum dia cuma membalas dengan lirikannya dan `ngelengos’ gitu aja, tanpa mau memandangku sebentar saja.”

Sebetulnya yg ada dalam pikiranku dan hatiku hanyalah Irda semata. Dia pujaanku, dia kekasihku yg baik, yg selama ini tdk pernah menuntut banyak dari diriku. Bahkan kalau sudah waktunya ‘apel’ dan aku tdk dapat hadir karena kepentingan keluargaku dia tdk marah. Dia mengerti keadaanku.

Sesungguhnya gadis seperti ini yg kuinginkan menjadi istriku. Perempuan yg mengerti, tdk pencemburu, baik hati, berani dan jujur. Irda, hanya kamu yg memenuhi semuanya itu. Tapi lirikan gadis di pagi dua hari yg lalu itu selalu menggangu perasaanku. Kenapa yah? Dia selalu hadir dalam benakku, apa karena dia lebih cantik? Ah, segera saja kusingkirkan pikiran-pikiran yg dapat membuatku lupa pada Irda.

AGEN JUDI ONLINE - Bukan waktu yg sebentar untuk mengetahui namanya, sekolahnya, rumahnya. Ah, anak sekolah rupanya. Dia masih duduk di bangku SLTP kelas 3. He.. he.., tapi dari penampilannya itu dia seperti gadis yg sudah beranjak dewasa. Apakah memang umurnya sudah dewasa tapi dia tdk naik kelas karena otaknya bodoh? Ihh amit-amit dah, tapi enggaklah.

Bukan waktu yg sebentar untuk mengetahui namanya, sekolahnya, rumahnya. Ah, anak sekolah rupanya. Dia masih duduk di bangku SLTP kelas 3. He.. he.., tapi dari penampilannya itu dia seperti gadis yg sudah beranjak dewasa. Apakah memang umurnya sudah dewasa tapi dia tdk naik kelas karena otaknya bodoh? Ihh amit-amit dah, tapi enggaklah.

Tapi memang dia itu gadis yg angkuh. Sore itu aku melihatnya sedang bermain volley di lapangan belakang kantorku. Aku sengaja mengawasinya agak jauh dan berdiri di depan gang rumahnya. Pikiranku aku bisa mencegatnya kalau dia pulang. Benar, dia harus melewatiku kalau dia mau pulang, seraya mengawasi Amel yg berjalan ke arahku. Aku tersenyum ketika dia lewat di depan batang hidungku, tapi di luar dugaan dia sama sekali tdk menoleh malah sepertinya dia menganggapku tdk ada di situ. Dengan tatapan yg lurus ke depan dia berjalan di depanku dengan seenaknya. Awas kamu Amel.

Di rumah Irda…

Tangannya menjambak rambutku, ketika kukulum putting payudaranya, kuhisap-hisap, kupuntir dengan jariku dan sesekali kujilat.

“Adi, teruskan sayang. Aku menikmatinya.” Irda mendesah dan sesekali melenguh kenikmatan.

Tanpa satu patah kata pun aku melanjutkan aksiku menggeraygi tubuh Irda yg sudah setengah telanjang. Dengan cepat aku membuka baju sebelah atas dan mencopot bra yg sudah sejak tadi terkulai ke atas. Dan tanpa diminta dia pun membuka semua pakaianku hingga kami berdua dalam keadaan telanjang penuh.

Kami berdua berpelukan, bergulingan, berciuman, yg tanpa disadari hampir setengah jam kami melakukan itu. Entah yg keberapa kalinya aku mencium dan menjilati daging kecil dengan jumputan bulu di antara kedua paha di bawah pusarnya. Harum yg khas membuat hasratku semakin menggebu. Apalagi saat itu dia mengelinjang kegelian bercampur dengan kenikmatan yg dirasakannya. Nafsu semakin memuncak dan pada akhirnya aku yg masih dalam keadaan terkendali memutuskan untuk melakukan penetrasi memeknya dengan k0ntolku.

Terbersit wajah takut penuh pertanyaan pada Irda, tapi aku meyakinkannya dengan anggukanku. Dia membalas dan menganggukan kepalanya. Tak kubiarkan terlalu lama, langsung saja si kepala baja yg kerasnya sudah seperti kayu kumasukkan dalam mulut memeknya. Irda merintih dan aku membiarkannya dan terus mendesak k0ntolku untuk masuk dengan pasti. Irda menjerit lirih dan mendorong tubuhku. Tampak dia seperti kesakitan. Dari memeknya nampak cairan berwarna merah muda yg encer. Kuusapkan telunjukku pada cairan itu.

“Kamu masih perawan Irda, apakah kamu tdk akan menyesalinya?”

Irda terdiam. Sejenak kami terdiam dalam suasana yg tdk mengenakkan.

“Adi, tolong ulangi sekali lagi, aku ingin mencobanya.”
“Kamu…”
“Sudahlah, ayo kita lakukan sekali lagi.”
“Baiklah.”

Suasana tadi membuat gairahku menurun dan si kepala baja kelihatan sudah tdk semangat lagi untuk melakukan peperangan, dan Irda mengerti akan keadaan itu. Lalu dia mulai membelai si kepala baja, menciuminya, mengulumnya. Keluar, masuk, keluar, masuk melalui mulutnya, dan secara otomatis kepala baja yg cukup besarnya mengeras kembali.

“Ayo Adi ‘dia’ sudah siap..!”

Tak kutunggu lagi, kumasukkan si kepala baja ke dalam mulut memek yg sudah semenjak tadi lembab. Rupaya ketika sedang mengulum k0ntol, Irda merasakan rangsangannya melonjak. Tak susah seperti tadi, dan karena lembab si kepala baja tdk menemui kesulitan untuk penetrasi. Dan Irda pun sepertinya tdk merasa kesakitan, malahan kulihat wajahnya yg tampak memohon untuk mempercepat masuknya si kepala baja.

Sleep…., Irda tampak melenguh। Mungkin liang memeknya yg tadinya sepet kini kemasukan sebuah benda yg cukup besar dan memberi kenikmatan yg luar biasa. Kutekan pinggulku, kuangkat, tekan, angkat sampai beberapa kali lamanya, sampai menimbulkan suara yg indah didengar. Dan untuk sekali lagi kami melakukan senggama dengan semangat 45 dan akhirnya kami berdua puas sekali. Setelah kejadian itu hampir 2 kali dalam satu bulan, kami melakukan senggama, sesempat-sempatnya, di rumah Irda, di mobil atau di mana saja asal terlampiaskan hasrat kami berdua.

3 Bulan Berlalu.

Pagi cerah diiringi lagu Chrisye yg mengalun dari speaker active pada komputerku membuat suasana hati bersemangat untuk melakukan aktivitas keseharianku, sampai pada akhirnya aku merasa ada yg tak beres dengan perutku. Laparrr oy.

Beranjak menuju warung dengan niat membeli sebungkus Indomie.

“Mbak beli Indomienya dan telur satu butir!”

Aku tdk mengira bahwa yg biasanya meladeni warung itu adalah wanita setengah baya, tapi kini warung tersebut diladeni oleh seorang gadis yg belum mandi dan cengar-cengir melihat ke arahku.

“Beli apa?” sapanya.
“E..e beli Indomie Mbak..” kataku hampir tergagap.

Meskipun belum mandi tapi garis wajahnya dan garis tubuhnya membersitkan kecantikan dan keindahan yg jarang sekali dimiliki oleh gadis lain. Aku memujanya. Entah karena sifat playboy-ku atau rasa penasaran yg selalu dan selalu menggoda setiap kali melihat gadis yg cantik. Tapi ini lain, dia lebih cantik dari gadis-gadis yg telah kukenal sebelumnya. Bukan Adi kalau tdk penasaran mendapatkan apa saja dari Gadis itu.

“Eh rasanya saya baru melihat kamu di sini..” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku tanpa kusadari sebelumnya.
“Iyah, aku sedang liburan. Aku berasal dari Bundang, kamu orang sini asli yah?” tanyanya.
“Bukan, aku asli orang Bundang juga. Di mana rumahmu di Bundang?”
“Di Perumahan Bundang Riung Permai. Kamu di mana..?”
“Aku di jalan Rawajali..” kataku.

Dari pembicaraan yg berujung sebuah perkenalan kecil, namanya Viera, akhirnya aku mendapatkan apa yg kuincar dari dia, apalagi kalau bukan nomor telepon, alamat rumah. Selang beberapa hari yg kesetiap harinya aku selalu saja membuat alasan untuk membeli, permenlah, rokok, Indomie, pokoknya alasan yg bisa bikin aku ngobrol sama dia. Aku mengajaknya nonton bioskop, dan dia mau.

Waktu itu aku menonton film yg agak panjang jalan ceritanya. Kalau tidk salah film berjudul “Brave heart” sebuah film kolosal yg penuh dengan drama. Awalnya kami hanya berbincang-bincang, tapi selanjutnya kami… hanya berciuman, (hanya) dan saat itulah aku merasa dunia ini mau pecah, ketika aku menciumnya dan dia membalas ciumanku. Bibir kami berdua benar-benar terpagut dan aku merasakan untuk pertama kalinya wanita mempunyai ciuman yg dasyat, hebat. Entah gaya apa yg dia pakai, tapi cukup membuatku kerepotan membalasnya. Wanita hebat pikirku.

Dari hal tersebut di atas, hubungan kami berkelanjutan sampai pada suatu hari kami menetapkan hari jadian kami berpacaran, tapi ada syarat yg dia ajukan, yaitu dia tdk mau terikat apapun dengan segala urusan yg berbau cemburu, ketdk bolehan dan lain-lain yg pasalnya tdk mau repot dengan aturan undang-undang pacaran. Aku oke saja sebatas aku dan dia saling percaya.Tambah satu koleksiku.

Seperti halnya anak kecil yg mempunyai mainan baru, aku hampir lupa bahwa aku tdk saja mempunyai pacar 1 tapi kini 2, dan aku harus dapat mengatur jadwal untuk mengunjungi sang pacarku itu masing-masing.

Hubunganku dengan Viera biasa saja, tak ada yg spesial, hanya saja aku bangga bahwa aku dapat bergaul dengan gadis yg cantiknya seperti… tepatnya foto model yg biasa kutemukan di majalah remaja. Apa karena dia anak seorang jendral aku tdk pernah berani melakukan apa saja yg sifatnya mengarah ke hubungan intim, sejauh itu kami hanya berciuman, berpelukan. Yah, karena kebutuhan sexualku kucurahkan semuanya ke Irda. Aku masih perlu waktu.

September 1995

Amel! Dia kan yg berjalan itu? aku bergumam sendirian. Yah pasti dia itu si Amel. Kemana saja dia selama ini, aku hampir lupa bahwa aku punya janji sama dia, janji bukan Adi kalau aku tdk dapat berkenalan dengannya.

Pucuk di cinta ulam tiba, atau hanya suatu kebetulan, pagi hari aku dapat telpon, ternyata dari Amel.

“Ini Mas Adi?” sahut suara di seberang telpon di sana.
“Iyah ini Adi, ini siapa yah, dan ada perlu apa?”
“Ini Amel, ada perlu, sedikit minta tolong boleh kan?” tanyanya dengan suara manja.
“Boleh aja tapi jangan minta duit, aku engga punya..” aku berseloroh.
“Bukan, bukan itu yg dimaksud. Amel mau minta Mas Adi nganter Amel bersama teman-teman ke tempat di mana Amel mau caving.”
“Oh bisa, kapan ya?” tanyaku.
“Besok, hari Sabtu jam 6 pagi Amel tunggu di depan Sekolah Amel. Ok!” manjanya.

Wow, yes, cihui, akhirnya kudapatkan yg kutunggu selama ini, awas yah kamu! Tapi aku bingung, darimana dia tahu nomor telepon dan namaku. Usut punya usut, ternyata selama ini dia adalah keponakan dari salah satu penghuni rumah di belakang kantorku, yg ternyata tantenya (janda) mempunyai hubungan khusus dengan salah satu bos-ku (bosku ada 4). Dia tahu tentang aku dari bosku itu.

BANDAR JUDI ONLINE - Cerita mengantar Amel ke kegiatannya tdk menarik, dan rasanya kurang seru bila aku menceritakannya. Karena tdk seperti yg kuharapkan sebelumnya, dia masih cuek. Tapi yg seru, ketika aku mengantarnya pulang ke rumah tantenya itu, didapati sang tante yg kelihatannya kurang enak badan. Sang tante dengan wajah yg kuyu itu minta diantar ke dokter yg letaknya tdk berjauhan dengan rumah Amel sebenarnya.

Sambil menunggu giliran diperiksa dokter, aku diajak Amel ke rumah dia yg sebenarnya adalah rumah neneknya. Tapi selama ini, dari kecil dia diurus oleh neneknya yg kelihatan baik tapi wajahnya memancarkan sifat yg disiplin. Dari sana aku tahu banyak tentang dirinya, tapi tdk sampai pada latar belakangnya, dan itu tak ingin aku mengetahuinya, cukup sampai aku mulai kenal dan seterusnya.

Aku pulang dengan tantenya, karena Amel tdk harus menginap di rumah tantenya, maka seharusnyalah aku yg mengantar tantenya itu, dan itu beralasan karena rumah kami berdekatan.

Hari demi hari, minggu ke minggu, sampai dua bulan berlalu, Amel tdk mengetahui aku sudah punya pacar 2 orang. Dia hanya tahu bahwa setiap akhir Minggu aku harus pulang menjenguk orang tuaku. Dan selama itu kami sering bertemu, bercerita, bercengkrama, nonton, tanpa ada hal-hal negatif yg muncul dari pikiranku. Kenapa yah aku ini? Biasanya ada ikan langsung sambar, tapi kali ini lain rasanya. Mungkin karena dia anak sekolah dan aku harus menghormatinya dan tdk ingin merusak keluguan dari anak sekolah yg mulai beranjak dewasa. (Jadi agak dewasa nih).

Sampai pada akhirnya dia mengungkapkan isi hatinya kepadaku bahwa dia selama dua bulan ini kagum kepada diriku, karena aku dapat membuat dirinya bahagia, keluar dari masalah keluarganya, dan pendeknya dia mulai mencintaiku

29 Desember 1995

Aku jadian dengannya. Amel gadis lugu dengan sifat yg sedikit egois, arogan dan cantik.

“Uhh ahh… teruskan Adi, jangan berhenti di situ.”

Merlin dengan mata terpejam-pejam dan tangan yg mengapai-gapai tak karuan, sehingga sedikitnya kukunya menggores pipiku. Kumasukkan lagi si kepala bajaku ke dalam memeknya yg sudah penuh dengan cairan kewanitaannya, sehingga menimbulkan suara yg ribut tapi indah. Yah, aku dan Merlin sedang bersenggama di dalam mobil temanku.

Ceritanya aku pulang ke Bundang untuk menyambangi orang tuaku, dan ketika Merlin mengajakku pergi keluar lewat telepon, aku tdk menolaknya. Aku dan dia berteman dan aku sudah lupa tentang hubungan kami dulu, tapi kalau diajak keluar sekedar makan dan jajan aku tdk keberatan. Tapi yg dia minta ternyata lain, sesudah makan dan jajan dia mengajakku berhubungan intim. Tentu saja kami tdk mempunyai tempat selain dalam mobil, dan mobil itu kupinjam dari salah seorang temanku.

“Adi oh… Ufh nikmat sekali sayang, teruskan, teruskan.”

Aku mengocok alat vitalku dengan hitungan rumus yg kudapatkan dari salah satu buku sex, yaitu 1 s/d 9 secara pelan dan yg kesepuluh keras, lalu 1 s/d 8 pelan dan 9 s/d 10 keras begitu seterusnya, dan cukup membuat Merlin membisikkan kata teruuuus.. karena perlakuanku. Sampailah gelegak darah yg kurasakan pada pangkal leherku dan terus menjalar sampai keubun-ubun, dan bersamaan dengan itu rasanya ujung k0ntolku mulai didesaki desakan hebat dari arah dalam. Pada kondisi tersebut kulihat Merlin yg masih memejamkan mata dan sesekali merintih.

“Kamu sudah sampai belum?” tanyaku.
“Sedikit lagi sayang, sudah hampir..” jawabnya.
“Aku sudah tak kuat lagi nih..” engahku.

Tanpa basa basi dia bangkit dan mengeluarkan k0ntolku dari memeknya.

“Sebentar sayang, jangan sekarang. Kita sama-sama menuju puncaknya yah.”

Tanpa aku kira sebelumnya, dia menggenggam ujung k0ntolku dan menekannya hingga aku merasa kesakitan.

“Ehh.. mau diapain itu..?” sergahku.
“Tenang, aku mau bikin kamu kuat 1 atau 2 menit lagi.”

Oh begitu, ternyata dia dapatkan sedikit ilmunya itu dari membaca buku.

Setelah itu dalam posisi duduk dia mengangkangiku dari atas dan tubuhnya menghadapku. Dia jongkok dan memasukkan k0ntolku ke dalam memeknya. Naik, turun, naik, turun tubuhnya, maju dan mundur dengan pagutan bibir yg tak henti-hentinya mengeluarkan bisikan uff heh dan sebagainya.

Benar saja hal yg dilakukannya tadi membuat k0ntolku yg tadinya terasa melesak hebat kini tdk terasa lagi. Aku jadi semangat untuk membuat kita menuju klimaks. Goyangan pinggulnya membuat mataku terpejam-pejam. Pagutan lengan kita berdua rasanya tdk bisa dilepaskan. Sampai akhirnya kami pun klimaks secara bersama-sama dengan kenikmatan yg luar biasa nikmatnya. Lalu kami pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar